Senin, 27 Agustus 2012

Aku mencintaimu (27th kebersamaan kita)


Fajar sudah tiba dan lihatlah.. sosok tubuh mungil siapa yang berbaring lelap disampingku ? (Istriku). Kamu sedang membaringkan kepalamu  diatas lengan kananku, walau jelas rasa keramnya sudah merasuki  otot-otot lenganku itu tak masalah asalkan yang terpenting aku bisa melihatmu tidur, beristirahat senyaman ini disampingku. Lihatlah.. wajahmu  cantik sekali. Aku bisa melihat dengan jelas garis-garis wajah yang tergambar dipelipis matamu, seperti keriput. Ya itu keriput tapi hebatnya diusiamu yang sudah  menua sekarang ini kamu masih saja pintar mempercantik dirimu didepan mataku. Atau ini karena pengaruh aku saja yang terlalu mencintaimu sejak dulu ya? Hahaha.. aku tertawa kecil saat sedang memandangimu seperti ini.

Kamu juga yang selalu menyebabkan selama 27th ini aku dilanda kebosanan tinggi bila harus lama-lama meninggalkan rumah,anak-anak juga tentu kamu. Kamu selalu saja membuat aku setiap harinya berubah menjadi seperti anak sekolahan yang jatuh hati padamu tak ada-ada habisnya. Bukankah cinta kita hebat bukan ? bahkan kamu bisa terus saja bertahan bersamaku selama ini meski pada awal pernikahan kita, pihak keluargaku tak menyetujui dirimu masuk kedalam hidupku. Dikarenakan alasan yang sepeleh ‘status ekonomi kita berbeda’. Andai saat itu aku menyerah saja atau kamu memalingkan hati dan berhenti mencintaiku, mungkin aku salah seorang pria terburuk didunia karena merelakanmu berbahagia dengan sosok yang lain. Tapi Tuhan mengetahui semuanya bukan? Tuhan menjawab segala doaku, doamu (doa kita) agar tetap bersama dan hasilnya seperti sekarang ini kita terus bersama bahkan ditengah perselisihan yang ada pun kita tetap bersama karena tujuan awal kita bersama ialah ‘saling bersama’.

Kamu juga seorang Ibu yang hebat, seorang  Ibu lembut yang punya sejuta cinta untuk ke-4 buah hati kita. Pernah ada satu moment, moment dimana putri kita yang kedua mengalami trouble dengan hasil UAN nya yang katanya dia belum bisa lulus tahun ini. Saat itu seharusnya kamu yang akan merasa kesal, emosi, dan memarahi putri kita karena selama sehari penuh kamu yang banyak meluangkan waktunmu menemani mereka belajar. Tapi hal itu membuat aku semakin kagum terhadap sosokmu istriku. Kamu merangkulnya. Mencium keningnya, menghapus air matanya lalu berkata ;

“semua akan baik-baik saja nak. Percayalah.. Tuhan sedang menguji kesabaranmu. Asal kamu bisa sabar dan bersemangat lagi. dan itu sudah menjadi kado istimewa untuk Ibu juga Ayah dan dirimu”. (kamu hebat sayang).

Ada juga hal yang selalu kamu lakukan untukku. Apa? Kamu selalu pintar memainkan perasaanku untuk lagi,lagi dan lagi menambahkan volume energiku untuk tetap,selalu mencintaimu. Bagaimana bisa kamu melakukannya? Jelas bisa karena hanya kamu sosok manusiai yang mengerti akan segala apa yang ada dipikiranku. Seperti seorang peramal. Ya itulah kehebatanmu, menebak apa yang kupikirkan.
Kamu juga selalu pintar membuatkan masakan apa saja. Kamu juga sudah menghafal dengan detail berapa takaran gula pasir yang harus kamu campurkan di coffee kental kesukaanku dengan ditemani brownies kukus dan senyumanmu yang menjadi pelengkapnya. Kamu juga tahu jam berapa aku harus beristirahat tidur dan bangun dipagi hari. Hanya saja kali ini aku yang duluan membuka mata dan melihatmu disini. Alasannya sederhana saja, aku hanya ingin melihatmu wajahmu difajar yang unyu ini karena biasanya saat aku bangun pagi yang ada kamu sudah menantiku di meja makan, aku ke kantor,pulang dan hanya melihat wajahmu di waktu senja yang hampir berganti malam.
Jadi sayang.. untuk pagi ini dan pagi-pagi yang akan datang aku akan tetap seperti ini denganmu. Kita menikmati setiap proses menua kita bersama ini, kita menikmati setiap tambahan cinta yang terjadi pada perasaan kita dan kamu tahu sayang.. aku pria yang paling beruntung sekarang karena telah memilikimu sampai sejauh ini. Tidurlah lagi. aku akan menjagamu disini  dan saat kamu membuka matamu aku akan membisikan kalimat sederhana ini, “Terima kasih untuk 27 tahun ini. Aku mencintaimu, lebih dari hari kemarin”.

Sabtu, 11 Agustus 2012

Alasan terbesarku (Bersamamu)

Kita akan melakukannya secara bersama. Seperti memasak. Ya, pasti aku akan membantumu mengerjakan hal sederhana ini. Memotong sayur, mengupas bawang, membersihkan ikan ataupun jika kamu memerlukan bantuanku untuk menumis sayur dan menggoreng ikan aku bisa melakukannya. Mengapa? Alasannya sederhana , aku hanya ingin melakukannya secara bersama, dengamu.

Kita akan melakukannya secara bersama. Seperti membersihkan rumah kecil kita ini. Ya, aku pasti akan membantumu mengerjakan pekerjaan berat yang semestinya tak harus kamu kerjakan seorang diri. Aku akan membantumu membersihkan setiap sudut-sudut rumah kita, aku akan membantumu mengepel lantai, merapikan dan membersihkan beberapa album photo pernikahan kita agar debu tak menempel terlalu lama disana. Aku juga akan membantumu membersihkan halaman rumah, memotong rumput-rumput yang sudah bertumbuh tak teratur. Dan jika ditanya lagi mengapa aku melakukan semua ini? Alasannya lagi-lagi sederhana. Aku hanya ingin melakukan secara berama, denganmu.

Kita akan melakukannya secara bersama. Seperti mengurus anak kita. Ya, aku  pasti akan membantumu mengurus,mendidik dan membesarkan buah cinta kita. Aku akan membantumu (harus) agar kita berhasil menjadi Ayah dan Ibu yang terbaik untuk hidup mereka. Jika malam tiba dan anak kita bangun, kamu beristirahatlah lagi. biar aku saja yang menggendongnya, membujuknya agar dia tenang dan tidur kembali dipelukanku. Aku akan membantumu membersihkan kotorannya, menganti popoknya juga pasti aku akan belajar darimu bagaimana cara mengenakan pakaian yang baik untuk si mungil kita ini. Mengapa aku melakukan ini ? bukankah ini tugas seorang ibu ? iya itu benar. Tapi itu pendapat beberapa pihak dan aku tidak begitu menyetujuinya. Mengapa ? karena alasannya masih tetap sama seperti awalnya. Aku hanya ingin melakukan secara bersama denganmu.

Tenanglah, aku tidak pernah punya niat khusus untuk menghentikan alasan-alasan sederhana ini. Aku akan tetap seperti ini, menjadi sosok lelaki yang seperti Ayahmu, yang ingin menjagamu, melindungimu, dan selalu ingin bersamamu. Ini mungkin terkesan mengada-ada tapi itu menurut orang lain bukan? Kita berdua yang menjalaninya dan kamu sendiri yang merasakannya.
Jadi selama kita bersama aku akan tetap seperti ini, menemanimu bersama melihat fajar, memperhatikan matahari, hujan dan senja. Selama kita bersama aku akan tetap seperti  ini, menjadi satu-satunya sosok pria (suamimu) yang akan membuatmu merasa menjadi istri yang paling bahagia di kehidupan ini karena 3 tahun yang lalu menerima lamaranku.
Maka dari itu, tetaplah kamu seperti ini karena nanti tahun kebersamaan kita masih panjang  kedepan bahkan bila sang Illahi merihdoi kita pasti akan menua bersama dan itu alasan terbesarku memilihmu menjadi istri dan ibu untuk putra-putri kita.

Amin.

Selasa, 07 Agustus 2012

Dia (pergilah).


Kamu, Dia tak pernah tahu seberapa besar kamu memahaminya. Yang Dia tahu hanya mengabaikanmu dan lupa maksud kehadiranmu di sisi harinya. Kamu, Dia tak pernah tahu soal kamu yang menyukai hujan, pelangi dan senja di pukul 6 sore. Yang Dia tahu hujan tak baik untuk kesehatan dan hanya membuang-buang waktunya saja untuk menemanimu menyaksikan senja. Dia tak pernah tahu, waktu itu ulang tahunnya yang ke- 25 tahun dan semalaman kamu menunggu di depan rumahnya bermaksud memberikan surprize di pukul 12 malam, tapi yang ada sampai datangnya fajar sosoknya  tak nampak didepan matamu dan membiarkanmu kedinginan tanpa berbalut jacket tebal disana.
Dia, juga tak pernah tahu kan sudah berapa banyak tetesan air mata yang mengalir ke pipimu karena menahan sakitnya merindu ? Dia pun tak pernah bertanya secara langsung mengapa kamu menagis dihadapannya saat sudah jelas Dia menyakitimu (lagi). Dia yang tak pernah mau tahu dengan segala kesibukan kegiatanmu diluar sana dan hanya menitipkan sebait kalimat ‘hati-hati’ saja lalu pergi meninggalkanmu lalu kembali tanpa bertanya apa yang terjadi dengan hatimu.

Lalu apa yang kamu cari sekarang dari  dirinya ?

Apa akan tetap seperti ini? Bersabar, menahan perih, menagis, mengungkapkan sesalmu, galaunya hatimu di status facebook dan twitter mu lalu menjadikannya sebait cerita di halaman blog mu ? lalu berharap seorang malaikat berbisik ketelinganya agar Dia bisa membaca tulisan-tulisanmu itu?  Dan sudahkah dia melakukannya untukmu?

“TIDAK !”

Jika tidak, lalu mengapa kamu selalu saja tampil sebagai sosok yang menyedihkan seperti ini ? Jika tidak, lalu mengapa kamu terus saja menganak-tirikan jiwamu seperti ini ? Untuk setahun sebelas bulan, bukanlah waktu yang singkat untuk kamu terlanjur tersiksa karena sosoknya. Berhentilah menyiksa dirimu seperti ini. Berhentilah menahan perih seperti ini. Berhentilah untuk mau dan betah berada di dalam suasana lirih seperti ini, berhentilah... ku mohon berhentilah !
Lepaskan bebanmu, tinggalkan saja cinta seperti ini dan bersegeralah mencari kebahagiaanmu yang baru.

“Lalu dia ?”

Sudah jangan lagi membalikan pandanganmu kebelakang, melihatnya dan mengasihaninya lagi. sudah, pergi saja. Berjalanlah terus kearah cahaya terang itu, disana ada berbagai pilihan cinta baru yang bersedia menyambutmu. Pergilah, berjalanlah terus.. terus berjalan.

Kelak, bila sesalnya mulai terasa saat kepergianmu itu bukan lagi kesalahanmu tapi itu kesalahan terbesarnya karena terlalu banyak membuang waktu membuatmu menunggu cintanya yang utuh.  Jadi sekarang berjalanlah terus, hingga pada satu titik jeda nanti kamu akan berhenti ketika menemukan ‘seseorang’  yang lebih membuatmu merasakan bahwa ‘seperti inilah rasanya dicintai’. Pergilah, carilah cintamu (lagi).

“Baiklah...”

Sabtu, 04 Agustus 2012

Surat ke- 173


Ayah, bagaimana keadaanmu disana ? aku berharap Ayah selalu baik-baik saja disana dan selalu dalam suasana yang membahagiakan. Mengenai kami tenanglah. Aku, Ibu dan juga Adik disini keadaannya sehat dan baik. Hanya saja Ayah ada rasa lirih yang memendung saat mulai menjalani hari-hari tanpa seorang imam didalam sholat kami. Tapi Ayah tak perlu mengkhawatirkannya lagi. Si bungsu sekarang sudah tumbuh menjadi seorang pria yang gagah dan dewasa yang setiap harinya selama 5 waktu menemani aku dan Ibu sholat. Hingga ada satu moment indah saat pertama kali dia memimpin sholat shubuh dan saat mengangkat takbir “Allaahu Akbar”, tanpa disadari air mataku jatuh menetes di sajadah Ayah. Bukan rasa kesal saat bukan Ayah yang menjadi imam, bukan. Tapi disaat takbir itu diucap aku mendengar suara Ayah menyatu dengan jelas dengan suaranya.
Gerak-geriknya adik juga sekarang  sudah  sama persis seperti Ayah, dia mulai menyukai cofee, bermain catur, membaca koran, lebih rajin setiap malam setelah isya membaca Al-Qur’an dan Ayah kemarin dia memberitahukan hal baik kepadaku dan juga ibu. Apa ? Alhamdulillah Ayah, sekarang dia sudah bisa menghafal  5 juz Al-Qur’an. Luar biasa kan Ayah? Aku tahu jika Ayah disini pasti Ayah akan memeluknya tapi hanya saja Ayah memeluknya dengan pelukan yang tak terlihat dan dia pasti bisa merasakannya.

Lalu ibu ?

Ibu Alhamdulillah juga sehat Ayah. Hanya saja setiap malam saat ingin mengistirahatkan diri pasti akan ada moment dimana Ibu akan meneteskan air matanya lagi Ayah. Kenapa, apa ibu belum ikhlas? Bukan. Bukan tentang itu. Ibu sudah lama mengikhlaskan kepergian Ayah, hanya ini air mata bahagia karena setiap harinya selalu merasa sosok Ayah berada disampingnya dan Ibu bersyukur tetap diberikan perasaan seindah itu Ayah.

Lalu aku ?

Aku merindukan Ayah. Sangat. Aku merindukan setiap pelukan hangat Ayah, merindukan setiap moment kita ngopi bersama, bercerita apa saja, menikmati senja, memancing dan hal indah lainnya bersama Ayah aku rindu.
Tapi Ayah ada hal yang akan kukatakan lewat surat ke 173 ini. Ayah, aku sudah tahu Ayah sudah bisa menebak tentang apa yang ingin aku katakan sekarang tapi aku ingin tetap memberitahukannya sekarang. Ayah, aku jatuh cinta.

Kepada siapa nak?

Kepada sosok pria yang sifatnya sama seperti Ayah. Aku sudah mengenalnya setahun terakhir ini Ayah. Dia pria yang baik dan aku berharap Ayah juga berpikir yang sama sepertiku. Dan Ayah 3 jam yang lalu dia melamarku, memintaku untuk nanti bisa menjadi pendampingnya sehidup-semati. Aku sudah memberitahukan hal ini kepada Ibu dan ibu merihdoinya Ayah. Lalu bagaimana dengan Ayah di surga sana? 
Ayah.. jawablah pertanyaan kecilku ini dengan sebentar saja masuk kealam mimpiku, Dengan memberikan isyarat sederhana bahwa dia  adalah jodoh terbaikku dan Ayah merihdoinya.
Ayah, aku menutup kembali surat ke 173 ini dan menyimpannya kembali  didalam kotak ini dan jika sudah tiba waktunya nanti surat-surat ini akan kuserahkan langsung kepada ayah. Ayah beristirahatlah lagi, aku juga akan tidur sejenak berharap Ayah datang menghampiri mimpiku dan memberikan jawabannya.


NB: Saya terinspirasi membuat postingan ini saat membaca status fb teman saya yang sedang merindukan Ayahnya yang sudah berada lama disurga. Membuat saya kembali mengistigfarkan hati bahwa masih banyak dosa saya terhadap Ayah yang belum saya minta ampun.