Sabtu, 04 Agustus 2012

Surat ke- 173


Ayah, bagaimana keadaanmu disana ? aku berharap Ayah selalu baik-baik saja disana dan selalu dalam suasana yang membahagiakan. Mengenai kami tenanglah. Aku, Ibu dan juga Adik disini keadaannya sehat dan baik. Hanya saja Ayah ada rasa lirih yang memendung saat mulai menjalani hari-hari tanpa seorang imam didalam sholat kami. Tapi Ayah tak perlu mengkhawatirkannya lagi. Si bungsu sekarang sudah tumbuh menjadi seorang pria yang gagah dan dewasa yang setiap harinya selama 5 waktu menemani aku dan Ibu sholat. Hingga ada satu moment indah saat pertama kali dia memimpin sholat shubuh dan saat mengangkat takbir “Allaahu Akbar”, tanpa disadari air mataku jatuh menetes di sajadah Ayah. Bukan rasa kesal saat bukan Ayah yang menjadi imam, bukan. Tapi disaat takbir itu diucap aku mendengar suara Ayah menyatu dengan jelas dengan suaranya.
Gerak-geriknya adik juga sekarang  sudah  sama persis seperti Ayah, dia mulai menyukai cofee, bermain catur, membaca koran, lebih rajin setiap malam setelah isya membaca Al-Qur’an dan Ayah kemarin dia memberitahukan hal baik kepadaku dan juga ibu. Apa ? Alhamdulillah Ayah, sekarang dia sudah bisa menghafal  5 juz Al-Qur’an. Luar biasa kan Ayah? Aku tahu jika Ayah disini pasti Ayah akan memeluknya tapi hanya saja Ayah memeluknya dengan pelukan yang tak terlihat dan dia pasti bisa merasakannya.

Lalu ibu ?

Ibu Alhamdulillah juga sehat Ayah. Hanya saja setiap malam saat ingin mengistirahatkan diri pasti akan ada moment dimana Ibu akan meneteskan air matanya lagi Ayah. Kenapa, apa ibu belum ikhlas? Bukan. Bukan tentang itu. Ibu sudah lama mengikhlaskan kepergian Ayah, hanya ini air mata bahagia karena setiap harinya selalu merasa sosok Ayah berada disampingnya dan Ibu bersyukur tetap diberikan perasaan seindah itu Ayah.

Lalu aku ?

Aku merindukan Ayah. Sangat. Aku merindukan setiap pelukan hangat Ayah, merindukan setiap moment kita ngopi bersama, bercerita apa saja, menikmati senja, memancing dan hal indah lainnya bersama Ayah aku rindu.
Tapi Ayah ada hal yang akan kukatakan lewat surat ke 173 ini. Ayah, aku sudah tahu Ayah sudah bisa menebak tentang apa yang ingin aku katakan sekarang tapi aku ingin tetap memberitahukannya sekarang. Ayah, aku jatuh cinta.

Kepada siapa nak?

Kepada sosok pria yang sifatnya sama seperti Ayah. Aku sudah mengenalnya setahun terakhir ini Ayah. Dia pria yang baik dan aku berharap Ayah juga berpikir yang sama sepertiku. Dan Ayah 3 jam yang lalu dia melamarku, memintaku untuk nanti bisa menjadi pendampingnya sehidup-semati. Aku sudah memberitahukan hal ini kepada Ibu dan ibu merihdoinya Ayah. Lalu bagaimana dengan Ayah di surga sana? 
Ayah.. jawablah pertanyaan kecilku ini dengan sebentar saja masuk kealam mimpiku, Dengan memberikan isyarat sederhana bahwa dia  adalah jodoh terbaikku dan Ayah merihdoinya.
Ayah, aku menutup kembali surat ke 173 ini dan menyimpannya kembali  didalam kotak ini dan jika sudah tiba waktunya nanti surat-surat ini akan kuserahkan langsung kepada ayah. Ayah beristirahatlah lagi, aku juga akan tidur sejenak berharap Ayah datang menghampiri mimpiku dan memberikan jawabannya.


NB: Saya terinspirasi membuat postingan ini saat membaca status fb teman saya yang sedang merindukan Ayahnya yang sudah berada lama disurga. Membuat saya kembali mengistigfarkan hati bahwa masih banyak dosa saya terhadap Ayah yang belum saya minta ampun.

23 komentar:

  1. subhanallaah, adeknya udah apal 5 juz ya? salut. salam dan respek ya untuk adeknya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini fiksi pak, cuma aku inspirasi buatnya karena temanku lg ngerinduin Ayahnya :)

      Hapus
    2. fiksi itu tulisan bebas ya? not real ?

      hehe :D

      Hapus
  2. hmm, mengalir...
    kalo ngomongin soal ayah sy juga suka ikutan speechless :|

    BalasHapus
  3. Nice post buat gw tersentuh :)
    mampir balik ya cantik :)

    BalasHapus
  4. Saya kira kisah Sarnissa beneran .. tersentuh saya dengan cerita ini. Jadi inget sama Bapak saya ..

    Ampuni hamba Mu ini ya Rabb, yang belum bisa bahagiakan beliau ..

    Nice post ... salam kenal ...

    BalasHapus
  5. aku gak punya kenangan dgn ayah. :(


    btw, salam kenal ya...
    izin follow blognya....
    kalo gak keberatan, follback ya...
    thanks

    BalasHapus
  6. mampir sambil nunggu buka hhe

    BalasHapus
  7. Terus terang saya kagum dengan rangkain kata dan rajutan kalimatnya. Sangat enak dibaca dan ringan untuk di cerna.Ancung jempol !

    BalasHapus
  8. terharu saat membacanya aii....meskipun ini hanya fiksi tapi bisa membuat pembaca seolah ikut masuk ke dalam cerita aii.

    BalasHapus
  9. wah merinding bulu kuduk...

    sangat2 menyentuhh dan mengharukan.. sosok vigur seorang ayah yg tak akan lekang oleh waktu..

    BalasHapus
  10. ceritanya, bener-bener bagus bgt... menyentuh n mengharukan...

    BalasHapus
  11. wah, perasaan saya campur aduk bacanya. Menyentuh, dan kenapa fromatnya surat?

    BalasHapus
  12. T_T ..main ke jakarta dong :D

    BalasHapus
  13. Seperti cerita sungguhan.
    Siapakah lelaki itu yang sosoknya mampu mengingatkan akan sosok ayah yang baik dan bijaksana.

    BalasHapus
  14. HAduh Mbak, bingung neh mau comment yang gimana...kerinduan demikian sangat pd sosok ayah yg sdh berada di alam keabadiannya.

    BalasHapus
  15. kirain lagi ngomongin ayah kamu loh... terhaaaarruuuuu

    BalasHapus
  16. wahhh,, saya cuman sebagian kecil juz amma aja yang hafal, yang lain gak...
    itu 5 juz, salut banget

    BalasHapus

selesai membaca, ayo tinggalkan kritik dan saran teman-teman :)