Jumat, 13 Maret 2015

Melepaskanmu, Se-bahagia Mungkin.

Ini aku sedang menulis tentangmu, di 14 hari sebelum pernikahanmu berlangsung. Isi paragraf pertamanya pun masih berisi soal kita dulu, dibeberapa bulan yang lalu sebelum aku menerima kabar bahwa kamu akan segera melangsungkan pernikahan bersama seorang Wanita yang katanya dijodohkan oleh kedua orang tua kalian.

Aku ingat bagaimana kita dulu, bagaimana bahagianya kita yang saling semangatnya mengumpulkan janji dan harapan bahwa akan tetap bersama apapun situasinya. Jelas saat itu aku begitu yakin terhadap ucapanmu, sebab waktu 7 tahun untuk saling mengenal itu bukan waktu yang singkat bukan untuk dihitung dengan sepuluh jari kita? Jadi pada saat itu aku percaya-percaya saja bahwa semuanya pasti kan baik-baik saja. Dulu juga kamu begitu sangat yakin bahwa hubungan kita ini kuat, bahkan salah satu dari kita untuk saling minta pisah pun pasti tak ada yang berani. Itu kalian penegasan dulumu bukan ? Bahkan disaat hatiku sehancur sekarang, di 14 hari sebelum pernikahanmu berlangsung aku masih saja suka membodohi diriku sendiri bahwa kalimat "Kamu akan segera menikah" hanyalah omong kosong belaka.

Lalu aku menulis tentangmu lagi sekarang, kali ini tepat pada 10 hari sebelum pernikahanmu berlangsung. Dan tahu apa yang hatiku dengar saat kamu membujukku ? Menyuruhku untuk jangan bergegas pergi dan tetap menemanimu meskipun hari itu datang dan kamu sah menjadi miliknya, baik secara hukum juga agama. Dan rasanya seperti ada satu pukulan keras yang menancap dalam dadaku. Rasanya nyeri, sungguh. Mana ada Wanita normal yang mau untuk tetap menunggu disaat yang bersamaan kamu seatap bersamanya. Jika cinta yang sebenarnya terjadi diantara kalian dalam kurun waktu aku menunggumu dan nanti kamu tidak bisa meninggalkannya, aku harus bagaimana?

Aku menolak permintaanmu dengan alasan bahwa aku masih menyayangi hatiku. Kamu menghormati keputasaku, meminta maaf tapi rasanya nyerinya-sakitnya makin bertambah disetiap ucap maafmu. Katamu juga aku haruslah tenang dan sabar dalam menghadapi ini. Lalu dengan sesaat kalimat magicmu yang selalu kamu katakan dulu padamu bahwa Semua akan baik-baik saja, kemana ?

Kali ini sedikit tenang, walau kadang sedikit-sedikit nyeri hatiku sering berasa ketika melihat dia calon istrimu mulai mengupload foto-foto pre-wedding kalian di akun path miliknya di 7 hari sebelum pernikahan kalian berlangsung. Tapi sudahlah, mungkin ini namanya proses untuk melepaskanmu bukan ? Aku juga seharusnya tidak menyalahkanmu dalam hal ini. Karena jika pada hari itu aku sedikit saja meredahka egoku untuk jangan bergegas pergi, juga kamu yang mau untuk sedikit sabar menahanku pasti yang ada sekarang aku tidak akan menulis tentangmu sesedih ini.

Dan mereka menyemangatiku. Katanya untuk harus melepaskan seseorang yang kita cintai bukanlah sesuatu yang haram. Malah yang membuat penyakit hati itu ketika kita terus menggenggam sesuatu yang bukan untuk kita. Dan sekarang di 3 hari sebelum perikahanmu berlangsung, aku sedikit merasakan perubahan ketenangan yang lebih baik dihatiku. Bukan soal cintaku padamu yang hilang dalam hitungan hari, bukan. Tapi soal egoku yang mulai surut untuk melepaskanmu dengan perasaan yang bahagia.

Pada moment ini, aku terlalu naif menyalahkanmu sampai-sampai aku tidak melihat lagi banyak sisi baik yang sudah kamu lakukan dulu saat kita bersama. Dan mungkin pada moment itu juga harapanku saja yang terlalu banyak, hingga akhirnya hatiku saja yang sulit menampungnya. Jadi kalau aku terluka, ini juga bukan salahmu sepenuhnya.

Dan sekarang puncak dari segala keikhlasan dan kesabaranku di uji. Hari ini Tepat di minggu kedua bulan maret, pukul setengah sepuluh pagi kamu kan melangsungkan pernikahan bersama dia sosok Wanita yang kusebut "beruntung" yang dipilih Sang Illahi untuk menemanimu melanjutkan kebahagiaanmu yang baru disepanjang hidupmu.Pandanglah dia sebagai sosok malaikat terbaikmu yang akan nanti selalu menghangatkanmu disaat suka juga duka datang menghampirimu.

Aku melepaskanmu sekarang. Sebab bahagia itu harus datang dari dua arah yang sama bukan hanya searah saja. Dan Ikhlas itu bukan saja hanya pada saat kita merelakan hal-hal yang kurang kita suka, tapi ikhlas itu pada saat kita bisa tenang memberikan sesuatu yang paling kita cintai,yang paling kita jaga disaat Tuhan berkata "Itu bukan untukmu. Lepaskanlah". Dan itu yang kulakukan padamu sekarang.

Jadi kamu berbahagialah yang lebih baik dan panjang lagi. Aku melepaskanmu dengan perasaan yang damai dan rasanya sungguh membahagiakan. Sebab yang terpenting sekarang bukan lukanya yang harus dijaga bukan ? Tapi hati. Ia hatiku. Hatimu juga.

Berbahagialah....

____________
Keseluruhan dari cinta itu tidak harus memiliki. Terkadang harus merelakan. Demi orang itu dan merelakannya, juga adalah sebuah bentuk dari cinta.”