Kamis, 05 September 2013

Pergilah...

“Aku tidak bahagia ! Apa kamu mengerti ? Aku tidak pernah merasa bahagia bersamamu !!!”

Emosiku tiba-tiba saja menurun saat mendengarmu berkata bahwa hampir lima tahun perjalanan rumah tangga kita tanpa ada rasa bahagiamu sama sekali. Kedua bola mataku berkaca-kaca, seperti rasanya mulai memanas dan ingin mengeluarkan air mata tapi ahh.. jangan dulu aku masih terlalu kuat untuk terlihat baik-baik saja di hadapanmu.

Aku menatapmu lebih dalam lagi, berusaha sekuat mungkin mencari jawaban soal apa yang kamu katakan tadi hanyalah emosi sesaat atau memang itu ungkapan hatimu yang sesungguhnya di lima tahun rumah tangga kita ini. Aku menatapmu, lagi. Dan kamu hanya memalingkan wajahmu, berjalan mendekati arah lemari pakaian kita, mengeluarkan koper besarmu dan hampir semua baju-bajumu terkunci rapat di tas hitam itu. Aku berupaya menenangkanmu, meminta maaf padamu, membujukmu dengan beribu kata hanya demi alasan untuk jangan meninggalkan rumah, aku juga putra kita. Aku juga sempat berlutut dihadapanmu, membuang jauh wibawaku sebagai seorang suami hanya karena ingin mempertahankanmu tapi rasanya bahagiamu bukan disini, tapi ditempat lain.

Air mataku tak kunjung tertahankan juga, aku menangis dihadapanmu sejadi-jadinya. Tak lelah-lelahnya membujukmu untuk jangan pergi dan menceritakan apa yang menjadi alasanmu merasa tak bahagia hidup bersamaku. Kamu terus memarahiku, membentakku dan mengatakan bahwa kesibukanku dari awal pernikahan yang membuatmu jenuh dengan pernikahan kita. Tapi sayang.. bukankah dari pagi hingga malam aku bersusah payah diluar rumah hanya karena untuk menyanggupi kebutuhanmu ? bukankah selama ini aku setuju-setuju saja jika biaya belanjamu perbulan melebihi pendapatanku sebulan hingga aku saat weekand harus bekerja sampingan hanya karena ingin menyenangkanmu ? bukankah selama ini aku tak membatasi ruang lingkup pergaulan bersama teman-teman akrabmu ? bukankah selama ini pula aku hanya kan berdiam diri saja, mencoba mengerti saat tiap pulang kantor makanan yang kamu sajikan untukku hanya nasi dingin, telur dan mie instan ? lalu kurang sabar apa lagi aku mengertimu, mencintaimu ?

Dan kamu meneruskan kata-katamu lagi, bahwa sejak awal perjodohan kita kamu sudah merasa tak bahagia saat harus menikah bersamaku. Dan diluar sana ada sosok yang lebih bisa membahagiakanmu (katamu). 

Detak jantungku berdetak tak beraturan saat mendengar kalimat terakhirmu itu, rasanya ingin menamparmu saja tapi sudahlah cintaku ini padamu sudah diluar batas kewarasan. Jadi apapun sakit yang kamu ciptakan untukku saat ini, biarlah menjadi kado terburukku sekarang karena sudah salah mendidikmu menjadi istri dan seorang Ibu yang soleha.

Pergilah….
Kali ini aku tak akan menahan langkahmu lagi.

Pergilah….
Jika bisa jangan pernah memalingkan wajah ke arahku hanya karena rasa kasihan atau karena Priamu itu nanti tak bisa mencintaimu seperti aku mencintaimu di lima tahun terakhir ini.

Pergilah….
Karena cinta bagiku saat bisa melihatmu bahagia sebahagia mungkin meski bukan bersamaku.


Jadi sayang… pergilah….

Senin, 29 Juli 2013

Akan tetap seperti ini, (Kita)

Kita pasti akan selalu melakukannya. Berbicara seluas yang kita tahu, lalu sama-sama tertawa hanya karena diantara percakapan sederhana kita ada beberapa kalimatmu juga kalimatku bernuansa humor. Lalu setelah itu kamu akan memukul lenganku hanya karena tawaku yang tak biasa berhenti. Lucu. Dan aku menyukainya. Bukan soal suka dengan isi ceritanya tapi aku suka bahkan sangat kecanduan dengan moment sebahagia ini bersamamu, saat dimana kita sama-sama tak disibukkan dengan rutinitas kantor dan hal menyibukan lainnya.

Kita pasti akan selalu melakukannya. Berjalan bersama-sama,saling bergandengan tangan dibawah gelapnya malam. Lalu sepanjang perjalanan malam kita sama-sama bercerita lagi, bernostalgia lagi soal kita di 15 tahun yang lalu. Kadang kita juga menyempatkan waktu untuk biasa mampir sebentar ke tempat-tempat yang pernah kita datangi dulu saat masa-masa pacaran dulu. Hahaha.. kalau sudah seperti ini, pasti kamu yang paling mahir menceritakan kembali sejarah pertemuan kita dan hal-hal konyol lainnya yang pernah kulakukan padamu hanya karena ingin merebut hatimu yang jujur saja, pada saat itu susah sekali aku mendapatkanmu. Jadi jangan Tanya, mengapa sekarang aku begitu mempertahankanmu, karena memang sejak awal aku berusaha sekuat tenaga untuk memdapatkanmu.

Kita pasti akan selalu melakukannya. Menghabiskan akhir pekan bersama dengan membawa anak-anak kita ketempat hiburan, ketoko buku, bioskop atau mungkin menyempatkan waktu berlibur keluar kota. Kita akan tetap menjadi sepasang orang tua yang tidak akan melalaikan waktu luang kita untuk kedua anak kita. Kamu yang selalu saja menjadi Ibu yang perhatian, yang manja tapi penuh aturan. Kadang batinku resah jika melihatmu ngomel sana-sini hanya karena keadaan rumah berantakan atau hal-hal sepeleh lainnya kerena porsi makanku yang berkurang dan anak-anak yang telat makan. Cantik. Itu saja yang biasa aku deskripsikan bila melihat amarahmu meledak sana-sini. Tapi setelah itu, jika kedua tanganku sudah merangkul seluruh badanmu, pasti yang kamu lakukan hanya terdiam lemah dipelukanku dan katamu, 

"pelukanmu itu tempat dimana aku merasa kembali ke titik dasarku. Tempat dimana aku tak merasa emosi dan egois itu seperti apa wujudnya. Jadi sayang.. pereratkanlah pelukanmu. Jika bisa diperpanjangkan lagi durasinya”.

Ahhh… aku tak biasa melakukan lebih jika tingkahmu sudah setenang dan semanja itu. Yang biasa ku pertegaskan disini hanyalah lebih menyakinkanmu bahwa aku sudah lebih dari sangat bersyukur dijodohkan Sang Kuasa denganmu.

Jadi duhai istriku dan Ibu dari anak-anakku, dengarkan ini; 

“Kita akan tetap seperti ini, saling bersama-sama. Kita akan tetap seperti ini, hidup bersama dibawah atap yang sama. Saling mencintai,menyayangi dan saling sama-sama mengiingatkan bila diantara hubungan kita ada yang berubah. Kita akan tetap dan selalu seperti ini, menjadi contoh yang baik untuk kedua anak kita. Aku akan tetap menjadi suami yang seperti kamu mau. Aku akan tetap mendapingimu apapun keadaan fisikmu sekarang. Hingga sampai rambut kita sama-sama memutih, kulit kita mulai berkeriput, mata kita sama-sama rabun dan kita akan tetap seperti ini. Seperti kamu juga aku di 15 tahun yang lalu. Yang tidak pernah saling tahu cara menyakiti dan mengkhianati dari mana mulainya”.


Rabu, 19 Juni 2013

Bisa ?

Nanti sesekali waktu, bisa tidak kita berdua berbicara bersama?
berbicara sesantai mungkin, senyaman mungkin...
tanpa Amarahmu, tanpa Egoku.

Juga tanpa gangguan nada dering Handphonemu dan berkas-berkas kerjaan kantorku.
Bisa ?

Rabu, 12 Juni 2013

"Kita"

Kita akan tetap seperti ini, menikmati setiap perjalanan sambil bergandengan tangan.. 

 

Sambil bercerita segala hal ini dan itu, lalu kita sama-sama tertawa sebahagia mungkin dibawah lapisan kebahagiaan yang 'Kita' punya..

 

"Kita akan bahagia, itu sudah pasti".

 

Jadi tetaplah disini dan jangan berkeras kepala dan meninggikan ego untuk saling melepaskan.

Rabu, 15 Mei 2013

Kepada kamu Saudari Anisa..

Kepada kamu Saudari Anisa, yang hampir dua tahun terakhir ini mengisi setiap spasi hari saya.. maukah kamu mendengarkan saya bercerita panjang lebar tentang rencana kedepan kita nanti?

Jadi begini, ahh.. seperti apa ya kira-kira bahasa kata yang paling terbaik untuk memulai pidatoku ini didepanmu ? Rasanya denyutan didalam dada saya  makin tak karuan rasanya, tiap kali terpikirkan kalimat-kalimat itu yang akan saya utarakan sekarang rasanya makin membuat aliran-aliran darah saya makin kencang peredarannya. Oh.. God apa-apaan ini ? ayolah.. buat saya makin bisa untuk bisa tenang walau hanya semenit saja. untuk kali ini saja.

Hmmm... Ahhh... saya baru saja selesai menarik nafas nis dan saya melihat lekuk senyummu itu yang keheranan melihat tingkah saya aneh tak menentu seperti ini. Hmm... jadi begini Saudari Anisa.. saya butuh seorang Leadership untuk hidup saya. Dan saya memilihmu untuk memdampingi saya. Maukah kamu ?

Hmm.. mungkin kata-kata saya barusan terdengar formal jadi maksud saya maukah kamu saat bangun pagi pertama yang kamu liat wajah saya yang masih tertidur pulas didepanmu ? menemani saya untuk sarapan pagi dan merasakan masakan-masakanmu yang walau katamu, masakanmu tak seenak masakan Ibu saya. Ya, tak apa-apa saya akan menikmatinya.

Maukah kamu sholat berjama'ah dengan saya ? dan kita sama-sama berdoa diatas dua sejadah yang ada. Saat kamu sedang PMS dan tak ada yang bisa kamu tonjok, tonjoklah saya. Saat kamu ngidam dan saya menemanimu. Membelikan kamu Magnum, asinan, nasi rendang, martabak ataupun membuatkanmu bubur encer saat flu menyerangmu nis.

Maukah kamu berbagi tugas menggantikan popok anak kita nanti ? saya akan belajar bagaimana caranya, biar nanti saat kamu sedang tertidur lelap dimalam hari saya tak perlu membangunkan tidurmu nis. Kelak juga ketika anak kita bertanya pertanyaan lucu soal dia lahir dari mana dan bagaimana cara dia bisa ada, nanti juga saya akan membantuimu nis. Menjawab dengan lucu juga pertanyaan anak kita nanti.
Saat mereka beranjak dewasa, saya juga kan membantumu untuk mencarikan mereka Universitas yang terbaik untuk pendidikan mereka kelak.

Maukah kamu nis saat usia saya tak muda lagi dan kamu mengurusi uban-uban saya ini ? kita berdua saling tertawa lucu saat sama-sama menikmati teh hangat dan sama-sama merasa lucu pula ketika lekuk keriput kita berdua mulai nampak.

Jadi Saudari Anisa.. maukah kamu menjadi makmum satu-satunya untuk hidup saya ? kamu berdiri satu syaf dibelakang saya nanti untuk hari itu hingga nanti.
Saudari Anisa.. untuk hari ini juga hari-hari selanjutnya, dengakan ini.. Menikahlah dengan saya.

Tak ada suara lebih yang keluar dari bibirmu saat itu, hanya anggukan kepala menandakan 'iya' dan beberapa tetesan air matamu yang jatuh  dipelukanku.



Jumat, 26 April 2013

Kata Mereka.. [dan aku melepaskanmu]



Kata mereka agar bisa melupakanmu, yang harus kulakukan ialah berbahagia lagi tanpa harus mengingat setiap sudut cerita tentang kita dulu. Iya, mereka begitu memperhatikanku pada saat ini karena mungkin merasa sangat kasihan karena kepergianmu yang menyulitkan pagi hingga malamku. Aku mencoba menuruti apa yang menjadi saran mereka. Ya, aku berbahagia lagi. Tapi sayangnya tingkat bahagiaku sekarang hanya sampai batas dimana suasana disekitarku terasa ramai. Tidak seperti pada waktu itu saat masih bersamamu, aku selalu saja merasa lebih bahagia mesti suasana sunyi senyap seperti ini.  Kali ini gagal ! Apa yang menjadi saran mereka tak mampu membendung luka dalam dihatiku yang sudah bernana bekas irisan pengkhianatanmu.

Kata mereka juga agar bisa dengan  mudah melupakanmu yang harus kulakukan sekarang ialah mencoba menyibukan diriku sendiri agar tak ada spasi di 24 jam hariku yang bisa saja terisi bayangmu lagi ketika aku jedah.  Aku melakukannya. Kembali mengikuti saran baik mereka demi kebaikanku. Aku mencoba sesibuk mungkin, mempadatkan jadwal kerjaku tapi pada akhirnya aku meresa jedah juga dan ahh.. sial aku malah lagi-lagi membiarkan isi otakku berputar dan kembali membayangkanmu disini. Disisiku. Ahh.. ini sakit sekali rasanya.
Kali ini apa yang menjadi saran baik mereka  gagal kulakukan. Maaf. Untuk setiap usahaku untuk melupakanmu selalu saja diliputi rasa susah yang jika dilakukannya sungguh sangat melelahkan.

Kata mereka lagi jika ingin melupakanmu yang harus kulakukan ialah membuang jauh-jauh kebiasaan yang biasa kulakukan bersamamu dulu. Ya, dengan sedikit berusaha keras lagi-lagi aku menuruti saran baik mereka. Aku melakukannya dengan membuang beberapa barang yang pernah kita beli bersama. Beberapa album yang memajang wajahmu juga ikut kumasukan di salah satu kardus besar. Beberapa rekaman suara-suara indahmu juga sudah kuhapus. Video yang juga kurekam saat di acara wisudamu juga sudah terdelete. Ternyata mudah ya caranya untuk menghapus segala kebiasaan bersamamu. Iya.. mudah menghapusnya saja ternyata, tapi pada akhirnya setelah beberapa hal itu musnah batinku seperti ikut diporak porandakan. Lagi-lagi aku gagal melakukannya. Ahh.. bodoh !

Kali ini aku berhenti beristirahat sebentar, tanpa mendengarkan kembali apa yang menjadi saran mereka. Kali ini aku mencobanya sendiri perlahan demi perlahan kembali untuk membiasakan diri tanpamu sama sekali. 
Hingga pada akhirnya Tuhan memberiku jalan dengan mempertemukanku dengan sosok wanita. Dia memang tak secantik dirimu, yang jika dirimu berjalan saja semua mata pria pasti tertujuh padamu.
Dia tak sesexy dirimu yang pria mana saja biasa kamu pikat dengan tempo waktu yang cepat. Dia tak sekaya kamu yang apa saja biasa kamu beli sesuka hatimu. Tapi dia lebih memposona darimu

Dia mengajarkanku untuk biasa dengan ikhlas menghapus sakit hati yang ada pada waktu itu. Dia mengajarkanku untuk bisa selalu memaafkan. Dia mengajarkanku bahwa jatuh cintalah pada sosok yang tepat yang mampu menyayangiku meski dalam situasi tersulit pun. Dia juga mengajariku bagaimana caranya agar bisa Move On dan berhenti mengaharapkanmu yang tak mengharapkanku. Bahwa ternyata katanya tingkat tertinggi suatu keikhlasan itu letaknya bukan pada saat kita harus merusaha keras untuk melupakan tapi bagaimana kita bisa mecoba menerima situasi yang ada, mendoakan keadaan yang ada dan tetap menyakini bahwa Tuhan sedang menyingkirkan kita dari seorang pengkhianat yang tidak bersedia menua bersama kita.

Dia menemaniku sekarang, meneduhkan setiap hari-hariku tanpa paksaan, tanpa sogokan tapi karena cinta dan Tuhanlah yang membawakannya hadir dan menemuiku hingga menjadi sekarang seperti saat ini. Ya, dia pendamping hidupku juga Ibu untuk anak-anakku. Dia istriku. Sekarang hingga selamanya.

Sabtu, 23 Maret 2013

Seseorang...


Seseorang melukai hatimu segitu sakitnya tapi yang kamu lakukan sekarang ialah bertahan saja dan menunggu anugerah Tuhan untuk menyadarkannya dengan tempo yang instan. Kenapa tidak kamu lepaskan saja dirinya ? bukankah apa yang di insyaratkan Tuhan sekarang sebagai siknal untukmu bahwa dia yang bersamamu sekarang tak baik untuk masa depanmu ? lalu mengapa lagi menyita waktumu dengan terus-terusan menahan perih, sakit lalu membatin ? L.E.P.A.S.K.A.N saja ! jangan mau menyulitkan pagi, siang dan malammu hanya karena memikirkan hal yang tak membahagiakanmu. Lepaskan saja.. cinta yang awal kamu bangun tak sesuai dengan rencana baikmu. Lepaskan saja.. bukan untuk kebahagiaannya tapi untuk kebahagiaanmu sendiri.

Seseorang hadir dan mengganggu hari-harimu. Ia datang bukan sebagai sosok yang menakutkan, bukan seperti itu. tapi ia datang membuatmu merasa bahwa seperti ini layaknya mencintai. Tapi sudahkah kamu memilikinya ? Belum ! Ya, jawaban tersingkat yang isinya penuh pengharapan. Kenapa masih belum berani untuk menyatakan perasaanmu padanya ? apa lagi yang kamu tunggu sekarang ? apa masih harus lama-lama seperti ini ? diam, merenung lalu hanya berharap dalam imajinasi untuk memilikinya ?
Cinta bukan berarti saat kamu bisa mendapatkannya tapi yang terpenting sekarang ini ialah pada saat kamu berani untuk menyatakannya. Saat kamu berani untuk bisa jujur terhadap perasaanmu sendiri dan selanjutnya biar waktu yang menjawab saja bagaimana hasilnya nanti.

Seseorang mencintai dirimu yang rela mengorbankan waktu juga pula nyawanya hanya untuk membahagiakanmu, tapi yang kamu lakukan sekarang hanya terus berpura-pura tak memperdulikannya. Berpura-pura mengira bahwa apa yang dilakukannya terhadapmu belum sesuai apa yang diinginkan hatimu. Lalu jika terus merasa tak cukup dengan apa yang diberikannya sekarang, kapan kamu akan memulai untuk bisa mencintai dan menerimanya secara tulus ? dia.. sosok manusia ciptaan Tuhan yang begitu tulusnya bisa menerima lebih dan kurang dirimu, lalu sudahkah kamu melakukan hal yang sama untuknya ? yang terpenting sekarang bukanlah dia harus jadi seperti apa, tapi yang terpenting sekarang ia mencintaimu. Sangat ! jad bisakah kamu sedikit menurunkan ego dan emosimu saat sedang bersamanya ?
Pandanglah dia.. sebagai seorang kekasih yang nantinya bisa menjadi masa depan dan imammu yang baik. Pandanglah dia.. sebagai seorang kekasih yang pada nantinya akan menjadi suami juga ayah yang baik bagi anak-anakmu. Pandanglah dia.. sebagai seorang kekasih yang pantasnya untuk dihargai keberadaannya bukan diabaikan.

Seseorang yang sudah lama mengisi hari-harimu, yang sudah lama menyatukan hatinya dengan hatimu. Tapi yang terus kamu lakukan sekarang hanya terus mencurigai kehidupannya diluar sana saat kamu sedang tak disampingnya. Seakan yang kamu pikirkan sekarang, cemburumu lebih besar dibanding rasa percayamu terhadap dirinya. Segala aktivitas bersama teman-temannya dibatasimu, hal-hal yang membuatnya bahagia menjadi penyakit yang menurutmu tak baik buat kehidupan hubungan kalian. Jika kamu terus posesif  seperti itu, apakah kamu yakin dia akan bisa bertahan lama hidup bersamamu ? jika sayang, bebaskan ! jika pada akhirnya ia mengkhianatimu berarti itu bukan salahmu tapi pada awalnya dia sudah ditakdirkan bukan sebagai masa depanmu.
Cinta juga butuh ruang kebebasan. Jangan mengikatnya terlalu kuat, sebab kamu tak pernah kan tahu dimana letak kesakitannya saat dirinya mulai dilanda rasa tak nyaman dari perhatianmu. Bebaskan saja.. bila kamu mempercayainya. Mencintainya.

Cinta definisinya luas. Jika kamu ingin mempertahankannya yang harus kamu lakukan sekarang bukan untuk menghakimi keberadaannya, tapi bagaimana kamu bisa membebaskannya, menjadikannya selayak-layaknya dirinya sendiri tanpa perlu kamu memaksanya untuk menjadi seperti apa maumu.

Selasa, 19 Maret 2013

Aku pergi saja sayang...


Dulu aku selalu melakukannya, memelukmu seerat-eratnya ketika amarahmu meledak dan memintaku  agar  sesegera mungkin mengakhiri saja hubungan kita. Ya, aku selalu mempertahankanmu dengan tidak peduli masalah yang kita hadapi itu karena keegoisanmu atau karena kelemahanku yang tidak pernah sadar dengan kebohongan dan perlakuanmu. Kita tak jadi berpisah. Tetap bersama Cuma mungkin bedanya saja sekarang aku yang ketakutan kehilanganmu dan kamu yang mulai berkurang rasa terhadapku. Hmm.. biarkan saja asalkan kamu tetap disisiku (pada waktu itu) perubahan bagiku tak mengapa, nanti juga aku sendiri yang kan berjuang keras untuk membuatmu baik seperti semula.

Dulu aku selalu melakukannya, mengabaikan segala urusan pekerjaan kantorku hanya karena memenuhi keinginanmu untuk menemanimu kesana-kesini, seperti tak mengenal lelah. Ya, itulah aku pada waktu itu yang mengira-ngira bahwa untuk membahagiakanmu aku harus selalu menuruti kemauanmu tanpa berpikir rugi atau untungnya aku. Tapi sudahlah.. bukankah pada waktu itu aku berniat untuk selalu membahagiakanmu ? jadi pada waktu itu, berbahagialah kamu sayang...

Dulu aku selalu melakukannya, berpura-pura memasang ekspresi baik-baik saja dihadapanmu saat melihatmu berjalan bergandengan tangan dengan beberapa teman-teman priamu yang katamu itu teman baikmu. Ya, aku mempercayaimu pada saat itu. sesekali menahan dadaku yang nyerinya mulai terasa ngilu. Tak apa, aku juga tak mau membatasi pergaulanmu. Asalkan itu baik dan kamu bahagia itu tak apa-apa buatku sekarang. Tapi sayang.. ah.. sudahlah tak apa. Aku baik-baik saja pada wakt itu, sungguh!

Dulu juga aku selalu melakukannya untukmu, duduk berlama-lama disampingmu mendengarkan kamu bercerita ini dan itu. bukan bercerita tentang hubungan kita yang sudah berjalan tiga tahun ini, bukan! Tapi sejam, dua jam bahkan beberapa jam aku duduk bersamamu yang kudengar hanya cerita-ceritamu tentang mereka. Tentang kekasihnya temanmu yang kaya raya, tentang mantan pacarmu yang sekarang sudah menjadi pengusaha hebat, tentang teman baik priamu itu yang sekarang sering menghubungimu dan lain sebagainya. Saat mendengarmu bercerita yang kulakukan hanya terus tersenyum saja, berusaha agar kamu tak cepat menebak soal sebelah mana hatiku yang perih duluan.

Ah... sudahlah sayang.. teruslah seperti ini, bukankah aku sudah berjanji bahwa apa yang membuatmu bahagia itu juga bahagia untukku ? tapi sepertinya tidak dengan hal-hal yang kamu ceritakan padaku itu sayang. Bagaimana bisa aku membahagiakanmu dengan terus berada disampingmu jika yang membuatmu bahagia bukan disini, sisiku. Tapi disamping orang-orang itu. bagaimana bisa nanti aku memilihmu menjadi satu-satunya Wanita untuk anak-anak kita nanti jika untuk menganggapku sebagai lelaki satu-satunya untukmu jarang untuk kamu lakukan.

L.E.L.A.H !!! Itu saja yang kutahu sekarang. Bukan lagi cinta atau perasaan ingin membahagiakanmu, bukan lagi tentang itu. bukan. Jadi sayang.. bisakah aku beristirahat sekarang ? bukan ingin meminjam pahamu untuk menyandarkan kepalaku disana, bukan. Tapi aku ingin berjalan jauh saja. Sejauh mungkin.. kalau bisa tanpa melihatmu lagi. ya seperti itu mungkin akan jauh lebih membuatku baik. Aku pergi...

Kamis, 03 Januari 2013

Seseorang bersamamu..


Seseorang bersamamu, sekarang. Seseorang yang mampu membuat senyummu selalu ada, tapi bisa juga membuat senyummu itu hilang dengan beberapa alasan yang ada. Seseorang bersamamu, tapi hatiku malah tetap (ingin) bersamamu. Konyol bukan ? ahh.. tidak. Bukan. Ini hanya masalah kurangnya komunikasi saja yang kamu jelas tak pernah memberikanku kesempatan untuk menceritakan padamu, tentang apa yang terjadi dihatiku sekarang semenjak ada kamu.

Seseorang bersamamu, sekarang. Seseorang yang bisa  dikatakan ia sosok pria yang diberikan rezeki yang luar biasa oleh Sang Kuasa. Seseorang bersamamu, sekarang. Seseorang yang dikirimkan Tuhan untukmu agar kamu bisa mengerti apa itu mencintai (katamu). Seseorang yang bersamamu, yang sudah pasti bukan aku tapi dirinya.
Ia memilikimu sekarang. Memiliki hatimu kan ? lalu aku, apa yang kumiliki sekarang dengan terus seperti ini ?
Aku memiliki tawamu yang kapan saja ku mau bisa ku lihat. Dengan menceritakan beberapa cerita lucu saja untukmu, sudah pasti tawamu akan nyaring terdengar ditelingaku lalu akan akan berpura-pura memarahimu dan berkata “Kenapa tertawamu bisa seburuk itu ?”. kamu tidak memarahiku, hanya tertawa saja terus  hingga aku kesulitan menahan detakan jantungku yang terlalu bahagia melihat kamu bisa sebahagia ini (saat bersamaku).

Aku memiliki senyummu yang kapan saja aku mau bisa juga aku melihatnya. Dengan duduk manis, diam disampingmu. Mendengarkan kamu bercerita tentang hal ini dan itu, lalu selanjutnya memberikanku kado yang berbentuk ‘senyumanmu’. Jika sudah seperti ini, aku pasti akan berpura-pura lagi mencomotimu dengan berkata “jangan tersenyum sok unyu seperti itu. kamu bukan anak kecil yang pipinya kemerahan dan menggemaskan. Jadi biasa saja..”. kamu sama sekali tak tersinggung dengan perkataanku tapi kamu tahu, disini dalam hatiku ini rasa-rasanya sesak sekali. Sungguh.

Tapi jika sudah berrbicara tentang ‘dirinya’ aku sendiri yang sedekat ini denganmu, selalu tak merasa ini adalah kamu. Ya, mengapa tidak ? kamu selalu saja menceritakan hal apa saja yang menjadi kelebihannya. Kamu selalu saja bisa menggambarkan bagaimana baiknya ia memperlakukanmu, dan yang paling menyesakkan hatiku ialah pada saat kamu berkata bahwa suatu hari nanti dia juga yang akan menjadi akhir untuk kamu cintai.

Seseorang bersamamu, sekarang. Ia mencintaimu, tapi jika diadu siapa yang lebih besar perasaannya terhadapmu, apa masih bisa dia yang kamu percaya teramat sangat mencintaimu bisa menjadi pemenangnya ?  jika benar, syukurlah.. itu berarti aku harus lebih banyak lagi belajar dari dirinya agar bisa mendapatkanmu.

Tapi, jika kelak nanti kamu mencintaiku setelah dia tak mencintaimu lagi aku mana mau ? bukankah aku sudah terlalu lama memberikanmu isyarat bahwa cinta itu bukan hanya ada pada saat dirimu bisa sebahagia sekarang, tapi pada saat tersulitpun cinta harus tetap ada. (dan sama seperti yang biasanya ku lakukan untukmu. Bahagia atau tidak selalu saja, aku ada) !