Ini tentangmu, tentang bagaimana sampai sejauh ini diam-diam aku memendam rasa terhebat untukmu. Seperti merahasiakan. Ya, begitulah kira-kira. Tapi sial ! Aku tak cukup kuat untuk memendamnya sendiri, aku tak cukup kuat untuk menahan bibirku untuk tak dulu mengatakan ’Aku Mencintaimu’. Aku tak cukup kuat dalam hal berakting seperti itu.
Lihatlah sosokmu, kamu hadir didepan penglihatanku dengan sosok jiwa yang membuatku merasa nyaman lebih dari biasanya. Diam-diam kamu hadir dan diam-diamnya juga menjadikan perasaanku padamu serahasia ini. Hei.. aku menginginkanmu. Sungguh. Tapi jika memilikimu adalah hal yang tak mungkin, bisakah aku hanya mengatakannya sekarang tanpa menginginkan dirimu ada? Untukku? Bisa ?
Aku sudah teramat bosan seperti ini. Hari-hari hanya bisa melihat wajah cantikmu itu, memperhatikan bagaimana kamu bercerita, tersenyum, tertawa dan ahh... semuanya sungguh tak baik untuk hatiku yang baru saja bertumbuh akan namamu.
Aku juga bosan, bila terlalu lama mendengar lagu itu. Aku bosan akan setiap liriknya yang memaksaku untuk segera menemuimu dan mengatakannya padamu, sesegera mungkin. Aku bosan pada diriku saat itu yang kesulitan mengatakan kalimat singkat, sederhana itu padamu. Sungguh aku bosan. Bahkan lebih paranya lagi aku tak bisa jujur padamu tentang apa yang membuatku kembali baik-baik saja.
Sekarang batinku mulai tak tahan lagi sayang. Mungkin aku akan melakukannya sekarang. Hm, bukan mungkin lagi tapi harus ! ya, seperti itu.
Berdiri dihadapanmu, mengelus sebentar dadaku yang mulai terasa ngilu lalu mengatakannya.. “Aku mencintaimu. Itu kalimat aktif yang aku ketahui setelah kata, ‘Aku merindukanmu’ “
Dan setelah itu, biarlah kamu yang menjawab selanjutnya apa yang harus aku lakukan. Yang paling terpenting sekarang, aku sudah berani mengungkapkannya kepadamu. Aku sudah bisa menjadi bagian dari diriku sendiri yang berani jujur untuk menemuimu dan mengatakannya itu.
“Ya. Itu kalimat aktif. Akan menjadi non aktif bila kamu gagal menyadarinya sayang..”