Ayah, bagaimana
keadaanmu disana ? aku berharap Ayah selalu baik-baik saja disana dan
selalu dalam suasana yang membahagiakan. Mengenai kami tenanglah. Aku, Ibu dan
juga Adik disini keadaannya sehat dan baik. Hanya saja Ayah ada rasa lirih yang
memendung saat mulai menjalani hari-hari tanpa seorang imam didalam sholat
kami. Tapi Ayah tak perlu mengkhawatirkannya lagi. Si bungsu sekarang sudah
tumbuh menjadi seorang pria yang gagah dan dewasa yang setiap harinya selama 5
waktu menemani aku dan Ibu sholat. Hingga ada satu moment indah saat pertama
kali dia memimpin sholat shubuh dan saat mengangkat takbir “Allaahu Akbar”, tanpa disadari air mataku jatuh menetes di sajadah
Ayah. Bukan rasa kesal saat bukan Ayah yang menjadi imam, bukan. Tapi disaat takbir itu diucap aku mendengar suara Ayah
menyatu dengan jelas dengan suaranya.
Gerak-geriknya adik juga sekarang sudah sama persis seperti Ayah, dia mulai menyukai
cofee, bermain catur, membaca koran, lebih rajin setiap malam setelah isya
membaca Al-Qur’an dan Ayah kemarin
dia memberitahukan hal baik kepadaku dan juga ibu. Apa ? Alhamdulillah Ayah, sekarang dia sudah bisa menghafal 5 juz
Al-Qur’an. Luar biasa kan Ayah? Aku tahu jika Ayah disini pasti Ayah akan
memeluknya tapi hanya saja Ayah memeluknya dengan pelukan yang tak terlihat dan
dia pasti bisa merasakannya.
Lalu ibu ?
Ibu Alhamdulillah
juga sehat Ayah. Hanya saja setiap malam saat ingin mengistirahatkan diri pasti
akan ada moment dimana Ibu akan meneteskan air matanya lagi Ayah. Kenapa, apa
ibu belum ikhlas? Bukan. Bukan tentang itu. Ibu sudah lama mengikhlaskan
kepergian Ayah, hanya ini air mata bahagia karena setiap harinya selalu merasa
sosok Ayah berada disampingnya dan Ibu bersyukur tetap diberikan perasaan
seindah itu Ayah.
Lalu aku ?
Aku merindukan Ayah.
Sangat. Aku merindukan setiap pelukan hangat Ayah, merindukan setiap moment
kita ngopi bersama, bercerita apa saja, menikmati senja, memancing dan hal
indah lainnya bersama Ayah aku rindu.
Tapi Ayah ada hal yang akan kukatakan lewat surat ke 173 ini. Ayah, aku sudah tahu
Ayah sudah bisa menebak tentang apa yang ingin aku katakan sekarang tapi aku
ingin tetap memberitahukannya sekarang. Ayah,
aku jatuh cinta.
Kepada siapa nak?
Kepada sosok pria yang sifatnya sama seperti Ayah. Aku sudah
mengenalnya setahun terakhir ini Ayah. Dia pria yang baik dan aku berharap Ayah
juga berpikir yang sama sepertiku. Dan Ayah 3 jam yang lalu dia melamarku, memintaku
untuk nanti bisa menjadi pendampingnya sehidup-semati. Aku sudah memberitahukan
hal ini kepada Ibu dan ibu merihdoinya Ayah. Lalu bagaimana dengan Ayah di
surga sana?
Ayah.. jawablah pertanyaan kecilku ini dengan sebentar saja masuk
kealam mimpiku, Dengan memberikan isyarat sederhana bahwa dia adalah jodoh terbaikku dan Ayah merihdoinya.
Ayah, aku menutup kembali surat ke 173 ini dan menyimpannya kembali
didalam kotak ini dan jika sudah tiba
waktunya nanti surat-surat ini akan kuserahkan langsung kepada ayah. Ayah beristirahatlah
lagi, aku juga akan tidur sejenak berharap Ayah datang menghampiri mimpiku dan
memberikan jawabannya.
NB: Saya terinspirasi membuat postingan ini saat membaca status fb
teman saya yang sedang merindukan Ayahnya yang sudah berada lama disurga. Membuat
saya kembali mengistigfarkan hati bahwa masih banyak dosa saya terhadap Ayah
yang belum saya minta ampun.
subhanallaah, adeknya udah apal 5 juz ya? salut. salam dan respek ya untuk adeknya.
BalasHapusIni fiksi pak, cuma aku inspirasi buatnya karena temanku lg ngerinduin Ayahnya :)
Hapusfiksi itu tulisan bebas ya? not real ?
Hapushehe :D
yuppp :)
Hapushmm, mengalir...
BalasHapuskalo ngomongin soal ayah sy juga suka ikutan speechless :|
Nice post buat gw tersentuh :)
BalasHapusmampir balik ya cantik :)
Saya kira kisah Sarnissa beneran .. tersentuh saya dengan cerita ini. Jadi inget sama Bapak saya ..
BalasHapusAmpuni hamba Mu ini ya Rabb, yang belum bisa bahagiakan beliau ..
Nice post ... salam kenal ...
aku gak punya kenangan dgn ayah. :(
BalasHapusbtw, salam kenal ya...
izin follow blognya....
kalo gak keberatan, follback ya...
thanks
wah salut deh buat you :)
BalasHapusmampir sambil nunggu buka hhe
BalasHapussalam kenal ajh :)
BalasHapusijin simak dulu deh
BalasHapusTerus terang saya kagum dengan rangkain kata dan rajutan kalimatnya. Sangat enak dibaca dan ringan untuk di cerna.Ancung jempol !
BalasHapusterharu saat membacanya aii....meskipun ini hanya fiksi tapi bisa membuat pembaca seolah ikut masuk ke dalam cerita aii.
BalasHapuswah merinding bulu kuduk...
BalasHapussangat2 menyentuhh dan mengharukan.. sosok vigur seorang ayah yg tak akan lekang oleh waktu..
ceritanya, bener-bener bagus bgt... menyentuh n mengharukan...
BalasHapuswah, perasaan saya campur aduk bacanya. Menyentuh, dan kenapa fromatnya surat?
BalasHapusLangsung Nangis T.T
BalasHapusT_T ..main ke jakarta dong :D
BalasHapusSeperti cerita sungguhan.
BalasHapusSiapakah lelaki itu yang sosoknya mampu mengingatkan akan sosok ayah yang baik dan bijaksana.
HAduh Mbak, bingung neh mau comment yang gimana...kerinduan demikian sangat pd sosok ayah yg sdh berada di alam keabadiannya.
BalasHapuskirain lagi ngomongin ayah kamu loh... terhaaaarruuuuu
BalasHapus