Coba kamu bayangkan ini, bagaimana rasanya menjadi aku yang
masih berusaha mempertahankan rumah tangga kita tapi yang kamu lakukan malah
menyuruhku untuk menyerah saja atas apa yang sudah kita perjuangkan selama 10
tahun lebih ini.
Coba kamu bayangkan,rasakan bagaimana rasanya menjadi hatiku
yang harus menahan pedihnya hati saat kedua anak kita terus bertanya “Ibu dimana Ayah ?”. Lalu untuk kesekian
kalinya aku harus membohongi hatiku dan menyakinkan kedua buah cinta kita
dengan jawaban bahwa semuanya kan
baik-baik saja.
Coba kamu bayangkan,rasakan bagaimana rasanya menjadi jiwaku
yang sudah lebih dari tiga bulan terakhir ini seperti Pria bodoh yang mencari
keberadaanmu untuk balik pulang kerumah bersamaku. Coba kamu bayangkan,rasakan
sedikit saja.
Coba kamu bayangkan,rasakan bagaimana dulu perjuang kita
berdua agar bisa menjadi sepasang suami istri. Membangun rumah tangga sejak
gaji perbulanku masih berkisar sejuta untuk satu bulan. Lalu kamu menerima
segala kekuranganku, meninggalkan segala fasilitas mewahmu juga mengabaikan larangan kedua orang
tuamu untuk hidup bersamaku di tengah kondisi keuanganku tak selayak dengan
ekonomi keluargamu.
Coba kamu bayangkan,rasakan kembali bagaimana dulunya kita
sama-sama saling menguatkan bahwa kita kan tetap selalu bersama apapun yang
terjadi. Aku yang pagi,siang,malam bekerja keras untuk keluarga kita demi
membuktikan kepada keluargamu bahwa aku bisa menafkahimu lahir dan batin.
Coba kamu bayangkan, rasakan bagaimana dulu aku begitu yakin
terhadapmu bahwa kamu tak’an pernah meninggalkanku,aku pula tak meninggalkanmu
dan kita sama-sama sepakat untuk tidak saling menyakiti ataupun melepaskan.
Coba kamu bayangkan,
rasakan sedikit saja.
Jika bukan aku lagi alasanmu kembali lagi ke rumah ini,
setidaknya kamu bisa memakai alasan “untuk
kedua anak kita” sebagai jalanmu untuk kembali pulang.
Aku kan menerimamu dengan ikhlas. Tanpa mempermasalakan
segala fitnah yang memberitakan bahwa kamu sudah hidup seatap dengan salah
seorang pejabat muda itu.
Pulanglah, bukan untukku tapi untuk anak kita. Aku juga kan
berusaha sebaik mungkin untuk menjadi seperti yang kamu inginkan. Aku juga
tidak kan menyalahkanmu dalam hal ini.
Hanya cukup sedikit kamu bayangkan saja,
rasakan saja bagaimana rasanya menjadi aku,hatiku.
Tapi jika tidak bisa
untuk kamu bayangkan atau rasa saja tak mengapa. Aku mengerti.
*fiksi ini terinspirasi dari lagunya Maudy Ayunda-Bayangkan Rasakan*
Oalaaaa Fiksi ya Saya kira tadi saya cerita aseli dalam artian "true story" atau kisah sejati atau kisah nyata Tapi bagus sekali Sudah seperti aselinya Saya sempat hanyut terbawa emosi tadi. excellent
BalasHapuskang asep nangiskah? jadi pengin liat kang asep nangis.
Hapusfiksi memang, tapi di luar sana pasti ada yang mengalami situasi atau lelakon seperti ini. saya nggak mau membayangkan, dan semoga lelakon hidup saya indah dan lurus selalu adanya.
BalasHapushalo, Ai! apa kabar?
BalasHapustadi komenku masuk gak ya
BalasHapusternyata gak masuk yang duluan. Maaf mbak baru bisa bw lagi
BalasHapus