Mereka hanya
sedang tak tahu sayang tentang bagaimana cinta kita, bagaimana pertahanan kita
dan bagaimana kuatnya kita untuk tetap seperti ini meski kadang keadaan
mengoyakan segalanya.
Mereka hanya
sedang tak tahu, tak mengerti dan tak merasa bagaimana bahagianya hati kita
saat memiliki cinta sehebat dan sekuat ini. Ya, mereka tak tahu tapi kita
mengetahuinya.
Awal
tahun 2009 aku menikahimu, saat itu juga awal pernikahan kita diselimuti
kebahagiaan yang orang lain pun tak sanggup melawan kebahagiaan kita. Kita sangat
bahagia pada saat itu. Acara pernikahan kita pun dilaksanakan 4 hari
berturut-turut dan tamu yang diundang hampir sepuluh ribu orang. Bayangkan seberapa
banyaknya orang yang datang saat itu bahkan aku bisa melihat raut kelelahanmu
itu yang harus berdiri berjam-jam menyalami setiap tamu yang datang membawakan
doa restu untuk kita. Kamu tetap tersenyum saat itu, kita sama-sama tersenyum
dihari bahagia kita.
Tak terasa sudah tiga tahun kita hidup seatap,
merasakan bagaimana enaknya masakanmu, menikmati aroma coffee yang tiap paginya
kamu tuangkan dicangkirku dan aku bisa lebih banyak waktu melihatmu kapan saja
aku mau.
Aku juga
sering membantumu membersihkan rumah. Kadang aku membantumu memotong sayur,
membersihkan ikan juga aku keseringan membantumu mencuci pakaian. Kamu sering
melarangku untuk membantumu karena kamu juga tahu sendiri masa mudaku tak
pernah aku luangkan untuk mengurusi hal-hal seperti ini tapi tenanglah.. aku
hanya ingin menjadi suami yang merasakan suka duka, lelah dan bahagia
bersamamu. Bila kamu melarangku untuk menyewakan pembantu untukmu, kamu juga
tak boleh melarangku untuk membantumu. Sekarang kita sudah menjadi satu darah,
satu jiwa, satu rasa dan satu cinta. Cukup.
Akhir tahun
2012 dokter memberitahukan kabar buruk mengenai kondisimu yang sampai sekarang
tak kunjung hamil juga. (dan ini awal
kebahagian kita yang diuji Tuhan).
Terjadi pembengkakan
didalam rahimmu hingga kamu kesulitan untuk bisa hamil dan memiliki bayi,
dokter menyarankan juga untuk segera dilakukan operasi pengangkatan rahim dalam
waktu terdekat ini bila tak ingin kondisimu bertambah buruk lagi.
Aku menyetujui
hal ini dengan sedikit melapangkan hatiku bahwa kita masih punya cara lain agar
bisa memiliki anak tapi kamu ? saat mendengar perkataan dokter itu, yang kamu
lakukan saat itu hanyalah terus menangis. Sesekali kamu berkata maaf padaku dan
memohon agar aku tak meninggalkanmu meski kamu tak bisa memberikanku keturunan.
Hatiku sesak
saat itu juga batinku lirih saat itu juga melihatmu menangis dan memohon
sesedih ini. Ini sesak bukan karena perkataan dokter itu, bukan. Bukan soal
itu. Tapi ini rasanya sesak sekali bila harus melihat kamu sesedih ini, selemah
ini.
Dengarkan aku, aku mencintaimu. Itu kalimat aktif yang kutahu
hingga sekarang saat bersamamu dan mungkin sampai kita menua pun tetap saja
kalimat itu akan aktif kukatakan padamu tanpa lelah dan jenuh sedikitpun.
Aku mencintaimu. Aku tak peduli dengan bagaimana
kondisimu sekarang. Aku tak peduli dengan kita yang akan diberikan keturunan
atau tidak. Aku tidak peduli dengan perkataan mereka yang membicarakan masalah
rumah tangga kita, sungguh aku tidak memperdulikannya. Yang aku pedulikan itu
kamu. Bukan mereka atau siapa tapi ini tentang kamu, tentang cinta kita.
Mereka membicarakan
lagi soal megahnya pernikahan kita dan kata mereka sayangnya rezeki kita untuk
memiliki keturunan tak semegah resepsi pernikahan kita ditahun 2009, tiga tahun
yang lalu. Tak apa, itu komentar mereka kita iyakan saja agar mereka tak banyak
berkomentar lagi.
Pihak keluarga
kita juga berkomentar hal yang sama tapi kali ini komentar mereka lebih menusuk
hatiku dan bukan hatimu saja. Mereka menyarankanku untuk menikah lagi,
perpoligami agar bisa mendapatkan keturunan untuk keluarga ini. Oh Tuhan.. apa-apaan ini ? apa mereka
pikir cintaku ini seperti cinta disinetron yang on off tak beraturan ? hei..
kita dalam masalah batin mohon untuk jangan memberatkannya dengan menyarankan
hal yang sungguh tak mengtenangkan hati.
Dia istriku. Memang benar dia tak
bisa memberikanku seorang anak juga putri, tapi ketahuilah dia mampu
memberikanku kebahagiaan yang luar biasa lewat cara tersederhananya yang Wanita
lain pun belum tentu bisa menciptakannya untukku.
Mereka hanya
sedang tidak tahu sayang, bagaimana dulu sebelum kita menikah dan kamu
menyadarkanku untuk berhenti mengkomsumsi alkohol dan obat-obat terlarang itu.
Mereka hanya sedang tak tahu bahwa dulu aku pernah berniat untuk mengakhiri
hidupku dengan caraku sendiri dan kamu yang menghalanginya. Mereka hanya sedang
tidak tahu sayang bagaimana dulu, sesabarnya kamu mengajariku untuk mengaji
juga sholat. Mereka juga tak tahu kan saat itu beberapa kali aku sakit dan yang
datang mengurusiku itu kamu, bukan mereka atau siapa pun.
Itulah sebabnya
mereka tak tahu mereka tak tahu bagaimana hebatnya kamu, bagaimana berharganya
kamu untukku dan bagaimana besarnya aku mencintaimu. Mereka tak tahu...
Tapi aku
juga kamu kita sama-sama saling mengetahuinya. Kita sama-sama saling tahu
tentang besarnya cinta kita. Jadi tenanglah.. aku akan selalu setia menemani
hari-harimu ini. Aku akan selalu seperti ini, mencintaimu tanpa mengunakan
batas waktu.
Dan jangan
takut soal kabar yang mengatakan aku akan meninggalkanmu, itu omong kosong !
aku yang akan merasa rugi teramat besar bila harus meninggalkan sosok wanita
sehebatmu, jadi tenanglah.. karena aku masih memiliki ruang cinta yang teramat
besar yang hanya dapat menambung namamu saja.
Dan bukan
mereka yang tak tahu apa-apa tentang kita. Bahagianya kita.
lelaki setia harusnya begitu, melindungi istrinya ya disaat masa-masa sulit bukannya meninggalkan karena masalah ini. hiks jadi teringat temanku yang punya masalah seperti ini tapi bedanya suaminya memilih menikah lagi dan menceraikan istrinya
BalasHapussaya juga blum punya anak mba..sabar aja..;)
BalasHapusblog km sudah ak follow, gantian follow back y :)
BalasHapus